Jumat, 09 Januari 2009

PERIH.........

Cuaca sore yang cerah di Kampung halaman. Udara yang segar dari arah pesawahan yang dekat dengan rumah-rumah penduduk ikut menghiasi sore itu. Kulihat anak-anak sedang bermain di sebuah taman kecil yang agak jauh dari rumahku. Nampaknya mereka sedang asyik.
Suasana lain pun aku temui disana. Di taman itu. Sepasang muda-mudi sedang asyik berduaan nongkrong. Duduk sambil sesekali berpegangan tangan yang dianggap lumrah itu. Aku menyaksikan dari teras rumah.
Lain lagi ceritanya saat aku masuk ke ruang keluarga. Aku melihat keluargaku sedang berkumpul menyaksikan televisi yang menayangkan kebrutalan dan kekalapan Israel terhadap Palestina. Ayah, ibu, dan adkku yang hadir pada saat itu. Kemudian menyusul saudara sepupuku.
Dalam tayangan tersebut, aku lihat disana kaum ibu berbondong-bondong meninggalkan daerah rawan menuju tempat yang dianggap lebih nyaman sambil membawa anak-anaknya yang masih jauh sekali di bawah umur. Seharusnya mereka menikmati masa kebahagiaan di masa kanak-kanak seperti yang kulihat diluar tadi sebelum masuk. Bukan malah kebiadaban yang mereka dapat. Bukan. Bukan pula perang, rudal, roket, bom, dan darah. Mereka menangis.
“Masya Allah....., ini beneran kan ?” tanya ibuku yang hampir tak percaya setelah melihat serangan dari udara tentara Israel . Pertanyaan itu seakan tak butuh jawaban. Pertanyaan yang sekedar meyakinkan. Beliau tahu itu.
“Kalau di film, itu biasa. Kita dapat menenangkan diri dengan berkata, ah.. ini cuma bohongan. Tapi ini...... ?” lanjut ibuku prihatin.
Aku yang memang sebelumnya juga prihatin dan sedih dengan kejadian yang menimpa saudara kita di Palestina, saat ibuku berkata demikian, aku semakin sedih. Aku mengerti perasaan seorang ibu yang tulus dan lembut.
“Belum saja Allah swt mengirimkan malaikat-Nya. Biar mampus tuh Israel !. Satu........ saja malaikat. Cukup. InsyaAllah” Ayahku ikut berkomentar.
Aku langsung menarik nafas agak dalam untuk mengatur detak jantung yang hampir meledak. Tak henti-hentinya aku membaca istighfar. Juga lafadz 'Allahu Akbar'.Kami melanjutkan tayangan berikutnya. Tayangan yang disiarkan langsung dari Palestina oleh salah satu stasiun di Al-jazira dan diliput oleh sebuah stasiun Televisi di Indonesia tersebut telah menggemparkan jagad raya.
“Allaaahu Akbar......” hatiku menangis ketika melihat anak-anak yang masih polos usia dini di balik pelukan ibunya, menengadah ke atas. Melihat pesawat yang digunakan kaum Zionis yang membumihanguskan daerah negara yang sempat diinjak oleh Nabi Muhammad SAW sewaktu Isra - Mikraj itu. Ibunya menangis. Kaum laki-lakinya pun berusaha sebisa mungkin menyelamatkan mereka meski mereka tak punya lagi tempat tinggal seperti dahulu.
Tak sempat mataku berkaca-kaca, tiba-tiba keluarlah air mataku yang memang sudah siap siaga sejak tadi, namun tetap tertahan karena aku berusaha tenang dan terus membaca istighfar. Kini aku tak tahan lagi.
Sebelum acara berita berakhir, aku segera meninggalkan ruang keluarga menuju kamar. Kontan, pada saat itu airmata telah membanjiri sebagian wajahku. Aku menjerit memohon kepada Allah. Aku ambil kertas berisi do’a untuk keselamatan orang-orang mukmin di Palestina, khususnya. Orang-orang Mukmin di seluruh dunia umumnya.
Kertas yang aku dapat dari Mesjid Raya Bogor ini, selain berisi do’a-do’a keselamatan dan kemenangan untuk orang-orang mukmin, juga berisi contoh-contoh produk-produk Israel dan AS yang harus diboikot.
Periiih..... rasanya menyaksikan semua itu. Dibalik kepedihan yang aku rasakan terdapat ketidakmampuan yang memadai. Aku hanya bisa berdo’a. Aku yakin Allah swt mendengar. Aku yakin Allah melihat. Dan.... aku yakin Allah punya rahasia yang tak atau belum dapat diketahui oleh makhluk-Nya, seperti kita.
Periiiih......, ketika rudal menghantam penduduk Palestina seakan bersamaan dengan menusuknya jarum ke jantung hati. Demi Allah !. Sakit pada waktu itu.
Kepedihan dirasakan pula di sisi yang berbeda. Disaat aku mengingat partai-partai berasaskan Islam bercerai-berai. Asyik debat dan saling tuding satu sama lain.
“Kemana Islam sebenarnya ?. Mana Islam yang selalu kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam setiap persoalan ? Mana ?!”. Jeritku dalam hati. airmata terus mengalir bak air Ciliwung membanjiri Jakarta.
“Mungkin masing-masing partai tersebut mengaku paling ‘ya’ dalam menggunakan dan mengamalkan isi Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bohong !. Yang kalian ikuti hanyalah... ajakan nafsu Fujur. Nafsu yang selalu mengajak ke arah keburukan !. Nafsu kekuasaan !”. Batinku berorator
......................... Aku berusaha menghentikan tangisan.
“Atau...... aku yang bodoh ? Yang tak tahu duduk persoalan ?. Ya mungkin aku yang bodoh dalam hal ini. Maaf juga kalau aku telah berburuk sangka pada partai-partai politik, khususnya yang berasaskan Islam. Tapi... memang itulah yang aku rasakan, Mungkin juga muslim-muslim yang lain”. Aku pasrah. Aku beristighfar. Aku menunduk lelah diiringi isakan tangis yang hampir surut. Mataku pegal. Letih
“Ya Allah...... biarkanlah orang-orang yang ikhlas karena-Mu yang memimpin negeri tercinta ini” Harapku dalam do’a sambil mengangkat kepala dan kedua belah tangan terbuka. Aku tengadahkan wajahku ke atap kamar yang sebagian sudah rusak itu. Aku sapukan sedikit wajahku ke arah sebelah kanan. Pandanganku menembus jendela yang sejak tadi pagi terbuka. Aku lihat langit berawankan putih, bersih. Kuusap kembali wajahku yang penuh airmata itu. Kemudian aku kembali menunduk............
“Astaghfirullaahal ‘adziim.... astaghfirullaahal ‘adziim......... astaghfirullaahal ‘adziim......................................

Tidak ada komentar: